Makalah Kebudayaan Sulawesi
Makalah Kebudayaan Sulawesi
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Budaya
tak akan lepas dari kehidupan manusia. Dimana ada budaya disitulah peradapan
manusia berada karena budaya merupakan hasil karya cipta manusia penuangan atas
ide, gagasan yang dianggap baik dan kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan
yang dilakukan terus menerus sehingga menjadi kebiasaan. Perbedaan kepribdian
manusia menjadikan budaya yang berkembang menjadikan keanekaragaman budaya yang
ada. Antara daerah satu an lainnya tidak sama. Hal itu secara tidak langsung
menuntut manusia untuk memahami dan
mempelajari budaya yang ada sehingga dapat saling menghargai antar sesama.
Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-4 di Indonesia tidak mengherankan jika
banyak terdapat suku bangsa dan berkembangnya budaya-budaya. Sebagai bangsa
yang baik perlu mempelajari sisi-sisi menarik yang berkembang dalam pulau yang
besar itu.
2.
Rumusan
Masalah
A.
Apa
yang mendasari perbedaan budaya di Sulawesi?
B.
Apa
yang mendasari lahirnya budaya di Sulawesi?
C.
Suku
apa saja yang ada di dalamnya?
D.
Bagaimana
perkembangan budaya di daerah itu?
E.
Bagimana
keadaan masyarakat di Sulawesi?
F.
Tradisi
apa saja yang berkembang di dalamnya?
G.
Bagaimana
sikap masyarakat Sulawesi terhadap tradisi didaerahnya?
3.
Tujuan
a.
Mengenal
budaya nusantara khususnya di daerah Sulawesi
b.
Mengetahui
kebudayaan yang berkembang di daerah Sulawesi
c.
Mengetahui
adat istiadat dan tradisi di Sulawesi
d.
Mengetahui
pandangan hidup,cara berfikir dan keadaan mansyarakat Sulawesi
e.
Menambah
wawasan budaya nusantara mahasiswa
f.
Menumbuhkan
rasa cinta tanah air pada diri mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebudayaan
Sulawesi
1.
Kebudayaan
Sulawesi Utara
Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain
kaya akan sumber daya alam sulawesi utara juga kaya akan seni dan budaya yang
diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari berbagai suku yang
ada di provinsi sulawesi utara justru menjadikan daerah nyiur melambai semain
indah dan mempesona. Berbagai pentas seni dan budaya maupun tradisi dari nenek
moyang memberikan warna tersendiri bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan
dan ketampanan nyong dan nona Manado.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara
terdiri atas 3 suku besar yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku
bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang
memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi
Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu, Tonsea,
Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie Besar,
Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna,
Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang
samua basudara (kita semua bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan
beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong
Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi
bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.
a.
Tradisi di
Sulawesi Utara
Budaya mapalus.Mapalus merupakan sebuah tradisi
budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara
bersama-sama atau gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat
mendasar. Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat
di Minahasa.
Perayaan tulude.
Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan pada setiap akhir
bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan dimana
ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat
yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta
pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru.
Festival figura. Figura
merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian yunani klasik. Seni ini
lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau watak dari
seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian yang
dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku tokoh-tokoh
yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok dan watak
seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado festival figura diselenggarakan
dalam rangka pesta kunci taong layaknya perayaan tulude yang dilaksanakan oleh
masyarakat sangihe.
Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti
didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga rutin dilaksanakan di Sulawesi
Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara ini dimeriahkan dengan atraksi dari
Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong badan dan mengiris lidah dengan
pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan jarum besar yang tajam akan tetapi
si Ince Pia tidak terluka ketika Ince Pia beraksi pada perayaan cap go meh di
Manado.
Pengucapan syukur. Pengucapan
syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa yang mengucap syukur atas segala
berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan syukur dilaksanakan
setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk mensyukuri berkat
Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara pengucapan syukur ini
dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa pada hari Minggu
umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan syukur hampir setiap
keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa
terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol. Nasi jaha makanan khas pengucapan syukur.
Itulah beberapa Kebudayaan di
Sulawesi Utara yang hingga kini masih rutin dilaksanakan dan dilestarikan oleh
masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara.
2.
Budaya Gorontalo
Gorontalo merupakan
salah satu propinsi yang berdiri belakangan. Gorontalo adalah provinsi yang
ke-32 di Indonesia. Sebelum jadi propinsi Gorontalo merupakan sebuah daerah
Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo yang ada di Sulawesi Utara. Seni
dan budaya Gorontalo sebagai bagian kekayaan dari keanekaragaman budaya
indonesia
Ada banyak
bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya terdapat tiga bahasa, yaitu bahasa
Gorontalo, bahasa Suwawa serta bahasa Atinggola. Sekarang ini bahasa Gorontalo
telah dipengaruhi oleh bahasa Indonesia, sehingga kemurnian atau keaslian
bahasanya sangat sulit diperoleh di Gorontalo.
a.
Seni & Budaya Daerah
Gorontalo sebagai salah satu suku
yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik tari,
lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan
pakaian adat. Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga,
Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga.
Sedangkan lagu-lagu daerah
Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu
(Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo
(Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta
(Sup Jagung).
Penyanyi-penyanyi asal
daerah Gorontalo yang terkenal, antara lain, Rama Aipama, Silvia Lamusu, Lucky
Datau, Hasbullah Ishak, Shanty T., dan Gustam Jusuf. Rama Aipama lahir di
Gorontalo pada tanggal 17 September 1956, yang kemudian mencapai sukses besar
dalam dunia tarik suara di Jakarta. Alat musik tradisional yang dikenal
di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab).
Pernikahan Adat Gorontalo
Pernikahan
merupakan salah satu keunikan tersendiri dan tentu saja memiliki ciri khas
tersendiri di Gorontalo. Hampir semua penduduk Provinsi Gorontalo seluruhnya
memeluk agama Islam, sehingga turut mempengaruhi budaya yang ada di Provinsi
ini, dan sudah tentu adat istiadatnya yang ada di Goronltalo juga sangat menjunjung
tinggi kaidah-kaidah ajaran agama Islam.
Di
Gorontalo ini ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat setempat yaitu,
"Adati hula hula Sareati – Sareati hula hula to Kitabullah". Artinya Adat
Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh agama Islam sudah
menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo sehingga hampir segala kehidupan
masyarakat yang ada di Gorontalo mengandung nilai nilai Islam.
Termasuk di
antaranya adalah dalam hal pernikahan. Adat pernikahan yang ada di Gorontalo
yang sangat bernuansa Islami. Upacara Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut
Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah. Tahapan yang pertama
biasa disebut dengan Mopoloduwo Rahasia, yaitu dimana orang tua dari pria
mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan
anak mereka. Apabila masing-masing orang tua menyetujui, maka baru ditentukan
waktu untuk melangsungkan peminangan atau Tolobalango.
Penarikan
garis keturunan yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah bilateral, garis
ayah dan ibu. Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya melainkan harus
berlaku taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga terhadap saudara
laki-laki ayah dan ibu.
Menurut
masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya
‘pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung
Tilongkabila. Kemudian dia menikah
dengan salah seorang perempuan pendatang yang bernama Tilopudelo yang singgah
dengan perahu ke tempat itu. Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka
inilah yang kemudian menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang menjadi cikal
bakal masyarakat keturunan Gorontalo saat ini. Sejarawan Gorontalo pun
cenderung sepakat tentang pendapat ini karena hingga saat ini ada kata bahasa
Gorontalo, yakni 'Hulondalo' yang bermakna 'masyarakat, bahasa, atau wilayah
Gorontalo'. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan
akhirnya menjadi Gorontalo.
Budaya
Gorontalo diyakini sudah berkembang sejak berabad-abad lamanya. Namun puncak
dari perkembangan itu dimulai sejak tahun 1385 masehi, dimana pada masa itu 17
kerajaan kecil atau linula bersepakat membentuk sebuah serikat kerajaan. Namun
dari empat raja tersebut kata pemerhati Budaya Gorontalo, Alim Niode yang
terpilih dan diangkat menjadi maharaja adalah Ilahudu untuk memimpin serikat
kerajaan yang disebut dengan kerajaan Hulondhalo. Alim mengatakan, sejak saat itu, masyarakat
Gorontalo terus mencipta beragam kebudayaan yang sampai dengan saat ini tetap
terpelihara. Pada masa itu refleksi demokrasi di Gorontalo didasarkan pada
refleksi alam sehingga itu jarah kebudayaan Gorontalo disebut sebagai adati
asali.
Nilai
budaya Gorontalo yang mengaliri wujud kebudayaan Gorontalo sejak awal
berbasiskan pandangan harmoni dengan mengambil pelajaran yang ditunjukan oleh
alam. Sementara itu kebudayaan Islam masuk ke Gorontalo pada tahun 1525 masehi
melalui ternate dan kerajaan hulondhalo yang terdiri dari 17 kerajaan kecil
pada saat itu masih menganut kepercayaan animisme. Hulondhalo yang dipimpin
Sultan AMAY, membawa agama Islam masuk ke Gorontalo dan menjadikannya sebagai
agama kerajaan di Gorontalo pada waktu itu. Pengaruh agama islam itu karena
Sultan Amay memiliki kedekatan dengan kerajaan Palasa di Sulawesi Tengah
sehingga ia membawa ajaran islam ke Gorontalo sekaligus menikahi putri negeri
palasa sebagai permaisurinya. Jelaslah kata Alim, filasafat budaya Gorontalo
yang dilandaskan pada Adat bersendi syara berbeda dengan yang di Padang
terutama dalam proses terjadinya asimilisasi kebudayaan Islam dengan masyarakat
Gorontalo pada masa lampau. Gagasan tata per-adatan Gorontalo dan kebudayaan
yang sebelumnya dilandaskan pada harmonisasi alam kemudian dipadukan dengan
ajaran agama oleh raja Eyato kemudian lebih dipertegas dengan adat bersendi
syara dan syara bersindikan Al-Quran sebagai pedoman masyarakat Gorontalo yang
sudah bercirikan keislaman. filsafat
adat Gorontalo mulai dari adati asali, adat bersendi syara, dan kemudian
disempurnakan menjadi syara bersendikan kitabullah ungkap Alim, ternyata
merupakan perpaduan yang sangat harmonis dalam menuntun masyarakat Gorontalo
dalam menciptakan berbagai kebudayaan yang sampai hari ini masih tetap eksis
dan mewarnai kehidupan masyarakat Gorontalo.
b.
Bahasa Gorontalo
Orang Gorontalo menggunakan
bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek
Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek
Gorontalo.
Bahasa
Gorontalo-Mongondow adalah sekelompok bahasa yang
dipertuturkan di bagian utara pulau Sulawesi dan terdiri dari :
· Kelompok
Gorontalic :
· Kelompok
Mongondowic :
Adelaar
dan Himmelmann (2005) menempatkan bahasa Gorontalo dalam suatu kelompok
"Greater Central Philippine". Namun, suatu analisis tahun 2008
tentang Austronesian Basic Vocabulary
Database mendukung wawasan bahwa bahasa
Gorontalo adalah yang terdekat dengan kelompok bahasa Filipina di luar wilayah Filipina sendiri.
c.
Agama
Orang Gorontalo hampir dapat
dikatakan semuanya beragama Islam (99 %).Islam masuk ke daerah ini sekitar abad
ke-16. Ada kemungkinan Islam masuk ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad
XV), jauh sebelum wali songo di Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam
seorang wali yang bernama ‘Ju Panggola’
di Kelurahan Dembe I, Kota Barat, tepatnya di wilayah perbatasan Kota Gorontalo
dan Kabupaten Gorontalo.
d. Teknologi masyarakat gorontalo.
Masjid Agung Baiturrahim yang terletak di pusat Kota
Gorontalo dewasa ini merupakan masjid tertua yang dibangun di daerah ini.
Masjid tersebut didirikan bersamaan dengan pembangunan Kota Gorontalo yang baru
dipindahkan dari Dungingi ke Kota Gorontalo
Masjid Agung Baiturrahim
telah mengalami beberapa kali revoasi.Tahun 1999 dalam masa jabatan
Walikotamadya Tingkat II Gorontalo Drs. Hi. Medi Botutihe, masjid direnavasi
total dengan menghabiskan biaya sekitar tiga milar rupiah. Kemudian penggunaan
masjid ini diresmikan oleh Presiden Baharuddin Jusuf Habibie di Istana Merdeka,
Rabu, 13 Oktober 1999 (3 Rajab 1420 H).
Sedangkan Masjid Agung Baiturrahman terletak di
pusat Kota Limboto, ibu kota Kabupaten Gorontalo. Masjid terletak di samping
Menara Keagungan Limboto, dan merupakan masjid terbesar di Kabupaten Gorontalo.
Rumah Adat
Gorontalo memiliki rumah
adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Pomboide dan Dulohupa. Rumah adat ini
terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman,
Limboto. Dulohupa terletak di di Kelurahan Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan,
Kota Gorontalo.Akan tetapi, rumah adat Dulohupa yang satu ini kini tinggal
kenangan karena sudah diratakan dengan tanah. Rumah adat ini digunakan sebagai
tempat bermusyawarat kerabat kerajaan
pada masa lampau.
Pada masa pemerintahan para
raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk
memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan,
yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum
Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
Penarikan garis keturunan
yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah bilateral, garis ayah dan ibu. Seorang
anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya melainkan harus berlaku taat dan
sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga terhadap saudara laki-laki ayah dan
ibu.
Pakaian Adat
Gorontalo memiliki pakaian
khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan
wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan,
pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna,
yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.
3.
Kebudayaan Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah didiami oleh 12
etnis atau suku yaitu :
•
Etnis kaili di Kabupaten Donggala,
kota palu dan sebagian Kabupaten paringi Moutong.
•
Etnis Kulawi dikabupaten Donggala
•
Etnis Lore di kabupaten Poso
•
Etnis Pamona dikabupaten poso
•
Etnis Mori dikabupaten Morowali
•
Etnis Bungku di kabupaten Morowali
•
Etnis Saluan di kabupaten Banggai
•
Etnis Balantak di kabupaten Banggai
•
Etnis Banggai di kabupaten Banggai
•
Etnis Buol di kabupaten Buol
•
Etnis Tolitoli di kabupaten
Tolitoli
Ada beberapa suku terasing yang
hidup didaerah pengunungan,antara lain Suku Dala dikabupaten Donggala, suku
Wana di Kabupaten Monowali, suku sea-sea dikabupaten Banggai dan suku daya di
kabupaten Buol dan Toli-toli. Selain penduduk asli ada pula etnis lain dari
Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur serta Bugis dan Makasar
yang sejak lama menetap dan membaur dengan masyarat setempat. Jumlah penduduk
sulawesi tengah berdasarkan sensus penduduk tahun 2007 berjumlah 2.875.000
Jiwa.
a.
Mata pencaharian
Pertanian merupakan sumber utama mata
pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kokoa dan cengkeh
merupakan tanaman perdangangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan
beberapa macam kayu seperti agates,ebony dan meranti yang merupakan andalan
sulawesi tengah.
Masyarakat yang tinggal didaerah perdesaan
diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintah seperti kepala
Desa.Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang
melanggar.umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara
untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur dan tuak
yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.
b. Agama
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar
beragama Islam dengan persentase 72,36 % pemeluk agama Kristen 24,51%, pemeluk
agam hindu dan Budha 3,13%.
Penyebaran agama Islam di Sulawesi Tengah
adalah Abdullah Raqile yang lebih dikenal dengan Dato Karamah seorang Ulama
dari Sumatra Barat.Agama Kristen pertama kali disebarkan oleh Missionerisdari
belanda yaitu A.C Cruyt dan Adrian diwilayah kabupaten Poso dan bagian selatan
kabupaten Donggala. Sedangkan agama Hindu dan Budha dibawa oleh para
transmigran asal bali.
c.
Budaya Daerah
Sulawesi Tengah kaya akan Budaya yang
diwariskan secara turun menurun. Tradisi yang menyakut aspek kehidupan
dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama
adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa
bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengarug agama. Untuk menyaksikan
sebagian atraksi budaya di Sulawesi Tengah dapat kita jumpai di Festival Danau
Poso (Calendar Event) yang diselenggarakan pada bulan Agustus setiap tahunnya.
d.
Teknologi
Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari
tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo
atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival
atau upacara, sedangkan tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada
pula lumbung padi yang disebut gampiri.
Dari segi pakaian ada buya atau sarung seperti
model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba-semacam blus yang dilengkapi
dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh
kerajaan Eropa.Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju
laki-laki yang panjangnya hingga lutut.Daster atau sarung sutra yang membujur
sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang
diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.
e. Kesenian
Masyarakat Sulawesi Tengah memiliki Kesenian
Tradisional yang beragam antara daerah satu dengan lainnya, antara lain alat
musik Tradisional seperti Suling, Gendang, Gong, Kakula, serta Lalove.Tari
masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona,
Kabupaten Poso, dan masyarakat Kulawi Kabupaten Donggala.
Beberapa kesenian yang sampai sekarang masih
digemari masyarakat, dan diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu misalnya:
1. Modero,
Merupakan tarian yang dibawakan oleh golongan tua dan muda pada waktu pesta
panen (vunja). Tarian ini ditarikan di tengah sawah, biasanya sampai
pagi hari.Tujuan dari tarian ini merupakan ungkapan rasa terima kasih atas
keberhasilan panen, sekaligus merupakan hiburan bagi para petani setelah
bekerja keras.
jenis-jenis seni tari di Sulawesi Tengah yang lain adalah :
· Tari Umoara
· Tari Mowindahako
· Tari Molulo
· Tari Ore-ore
· Tari Linda
· Tari Dimba-dimba
· Tari Moide-moide
·
Tari Honari
2. Vaino,
Merupakan pembacaan syair-syair yang dibawakan secara bersahut-sahutan.
Biasanya dilakukan pada waktu pesta kedukaan, yaitu di antara malam-malam dari
hari ke-3 sampai hari ke-40 setelah kematian.
3. Dadendate, Dapat
dikategorikan sebagai seni suara, berupa nyanyian yang dilagukan semalam suntuk
oleh seorang pria dan seorang wanita secara bergantiah dengan iringan alat
musik gamnbus. Syair yang dinyanyikan berisikan sindiran yang sifatnya
membangun.Kesenian ini pada umumnya digemari oleh semua lapisan umur dalam
masyarakat.
4. Kakula,
yaitu sejenis kesenian yang menggunakan seperangkat alat musik, terdiri dari15
buah kakula, 2 buah tambur dan sebuah gong.
5. Lumense dan
Peule Cinde, adalah jenis tarian untuk menyambut tamu-tamu terhormat,
yang diakhiri dengan menaburkan bunga kepada para tamu tersebut.
6. Mamosa,
merupakan tarian perang yang dibawakan oleh seorang penari pria dengan membawa
parang dan perisai kayu, yang ditarikan dengan gerakan melompat-lompat seperti
menangkis serangan. Tarian ini diiringi alat musik gendang dan gong.
7. Morego,
sejenis tarian untuk menyambut kepulangan para pahlawan dari medan pertempuran
dengan membawa kemenangan. Sebelum tarian ini ditarikan, harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu seperti meminta restu kepada pemangku adat,
kemudian mencari wanita pasangan menari yang belum menikah.
8. Pajoge,
merupakan tarian yang berasal dari lingkungan istana, dan biasanya ditarikan
pada waktu ada pesta pelantikan raja. Tarian ini merupakan hasil pengaruh unsur
kesenian dari kebudayaan yang berkembang di Sulawesi Selatan.Para penarinya
terdiri dari tujuh penari wanita dan seorang penari pria.
9. Balia, merupakan sejenis
tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animisme, yaitu pemujaan terhadap
benda-benda keramat, khususnya yang berhubungan dengan pengobatan tradisional
terhadap seseorang yang terkena pengaruh roh jahat.
4. Kebudayaan Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan
memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi
pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani
di dataran tinggi).
1.
Suku
Bugis
Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi
Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat.
Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di
dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis
hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang
Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi
pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
Sejak Perjanjian Bongaya yang
menyebabkan jatuhnya Makassar ke tangan kolonial Belanda, orang-orang Bugis
dianggap sebagai sekutu bebas pemerintahan Belanda yang berpusat di Batavia.
Jasa yang diberikan oleh Arung Palakka, seorang Bugis asal Bone kepada
pemerintah Belanda, menyebabkan diperolehnya kebebasan bergerak lebih besar
kepada masyarakat Bugis. Namun kebebasan ini disalahagunakan Bugis untuk
menjadi perompak yang mengganggu jalur niaga Nusantara bagian timur.
Armada perompak Bugis merambah
seluruh Kepulauan Indonesia. Mereka bercokol di dekat Samarinda dan menolong
sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal mereka.
Perompak-perompak ini menyusup ke Kesultanan Johor dan mengancam Belanda di
benteng Malaka.
Serdadu Bayaran
Selain sebagai perompak, karena jiwa
merantau dan loyalitasnya terhadap persahabatan orang-orang Bugis terkenal
sebagai serdadu bayaran. Orang-orang Bugis sebelum konflik terbuka dengan
Belanda mereka salah satu serdadu Belanda yang setia. Mereka banyak membantu
Belanda, yakni saat pengejaran Trunojoyo di Jawa Timur, penaklukan pedalaman
Minangkabau melawan pasukan Paderi, serta membantu orang-orang Eropa ketika melawan
Ayuthaya di Thailand.[5] Orang-orang Bugis juga terlibat dalam perebutan
kekuasaan dan menjadi serdadu bayaran Kesultanan Johor, ketika terjadi
perebutan kekuasaan melawan para pengelana Minangkabau pimpinan Raja Kecil.
Bugis Perantauan
Kepiawaian suku Bugis dalam
mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga
Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan.
Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang
bernama Makassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek
moyang mereka.
Penyebab Merantau
Konflik antara kerajaan Bugis dan
Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19,
menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan
banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya
merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam
tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.
Bugis di Kalimantan Timur
Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari
kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja,
mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan
Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya diantaranya ada yang
hijrah ke daerah Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang
Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis
Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.
Atas kesepakatan dan perjanjian,
oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai,
suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan
Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu
segala kepentingan Raja Kutai, terutama di dalam menghadapi musuh.
Semua rombongan tersebut memilih
daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini
menimbulkan kesulitan di dalam pelayaran karena daerah yang berarus putar
(berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang
gunung-gunung (Gunung Selili).
Bugis di Sumatera dan Semenanjung Malaysia
Setelah dikuasainya kerajaan Gowa
oleh VOC pada pertengahan abad ke-17, banyak perantau Melayu dan Minangkabau
yang menduduki jabatan di kerajaan Gowa bersama orang Bugis lainnya, ikut serta
meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Disini mereka
turut terlibat dalam perebutan politik kerajaan-kerajaan Melayu. Hingga saat
ini banyak raja-raja di Johor yang merupakan keturunan Makassar
b.
Adat
Istiadat bugis
Budaya makan dalam kelambu. Makan dalam kelambu ini biasanya
dilaksanakan sebelum melakukan hajatan, misalnya kita melaksanakan hajatan/pun
acara pernikahan. Prosesi makan dalam kelambu ini dilaksanakan 2 hari, ataupun
1 hari lagi mau melakukan acara tersebut. Yang penting sebelum hari melakukan
hajatan. Kita melakukan ritual makan dalam kelambu ini sebelum melaksanakan
prosesi acara dikarenakan agar orang yang melaksanakan prosesi acara selamat
dan acaranya pun berjalan dengan lancar.
Tradisi makan dalam kelambu ini dilaksanakan setiap ada hajatan,
dan ritual ini tidak ditentukan, dilaksanakannya, yang penting ritual ini
dilaksanakan kapan saja, yang penting pada saat kita ada acara hajatan. Ritual
makan dalam kelambu ini tidak boleh sembarangan kita laksanakan, dikarenakan
banyak pantangannya. Karena banyak syaratnya antara lain : harus menggunakan
nasi ketan (pulut) dan harus 4 warna yaitu putih, merah hitam dan kuning dalam
1 piring, dan tidak boleh dibeda-bedakan piringnya. Menata nasi ketannya harus
berurutan putih, merah, kuning dan hitam. Di atas ketan tersebut harus ada
telur kampong rebus, menggunakan ayam panggang 1 ekor, tetapi ayam tersebut
tidak boleh sembarangan. Karena ayam yang dipakai itu adalah ayam kampong yang
jantan tidak boleh menggunakan ras (betina). 1 sisir pisang dan pisang yang
digunakan itu harus pisang khususnya yaitu pisang berangan. Di dalam bakul
terdapat/yang berisikan gabah (padi) dan diletakkan di atas gabah tersebut 1
buah kelapa tua yang sudah di kupas sabutnya.
Ditambah lagi peralatan berupa lilin yang akan dinyalakan ketika
ritual itu dilaksanakan. Adapun lilin yang digunakan adalah lilin lebah dan 1
perangkat tempat sirih, pinang, kapur, daun sirih, gambir dan tembakau,
digunakan minyak baud an bereteh dan beras kuning, yang akan digunakan apabila
acara dilaksanakan. Pertama-tama seorang pawing menyiapkan sesaji yang akan
digunakan, sesaji tersebut misalnya yang telah saya sebutkan diatas. Setelah
sesaji itu dipersiapkan, lalu orang yang melasanakan hajatan harus masuk di
dalam kelambu tersebut bersama sesajinya dan pawangnya. Di dalam kelambu
tersebut tidak boleh ada cahaya yang masuk kecuali lilin lebah, agar acara
ritual tersebut akan lebih nikmat dan tenang.
Seorang pawing membacakan mantra/doa-doa setelah itu minyak bau
dilumuri di telinga, ubun-ubun, tenggorokan dan pusar (pusat), diambil
sedikit-sedikit nasi pulut yang 4 macam, disiapkan bayang-bayangnya yang diberi
makan. Maksudnya pawang memberi makan kepada ruh yang melakukan hajatan.
Langsung pawang itu menguapkan makanan
serba sedikit kepada yang melaksanakan makan dalam kelambu.
Setelah itu dikelilingkan diatas kepala lilin, orang yang makan
dalam kelambu diatasnya sebanyak 3 kali putaran, 3 kali sebelah kanan, dan 3
kali sebelah kiri. Setelah itu dibacakan doa selamat kepada yang makan dalam
kelambu. Habis itu lilinnya ditiup, sinar dari luar kelambu menyinari di dalam
kelambu. Menandakan acara sudah selesai.
Nilai-nilai positif yang dapat kita ambil dalam ritual makan dalam
kelambu adalah menghilangkan rasa was-was karena sudah melaksanakan adat
tersebut. Mengilangkan rasa beban kita karena kita sudah melaksanakan ritual
tersebut, dikarenakan adat tersebut turun temurun dari nenek moyang kita dan
kitapun telah melaksanakan ritual tersebut.
Adat dalam Pernikahan
1.
A'jagang-jagang/Ma'manu-manu
Penyelidikan secara diam-diam oleh pihak calon mempelai pria untuk
mengetahui latar belakang pihak calon mempelai wanita.
2.
A'suro/Massuro
Acara ini merupakan acara pinangan secara resmi pihak calon
mempelai pria kepada calon mempelai wanita. Dahulu, proses meminang bisa
dilakukan beberapa fase dan bisa berlangsung berbulan-bulan untuk mencapai
kesepakatan.
3.
Appa'nasa/Patenre
Ada
Usai acara pinangan, dilakukan appa'nasa/patenre ada yaitu
menentukan hari pernikahan. Selain penentuan hari pernikahan, juga disepakati
besarnya mas kawin dan uang belanja. Besarnya mas kawin dan uang belanja
ditentukan menurut golongan atau strata sosial sang gadis dan kesanggupan pihak
keluarga pria.
4.
Appanai
Leko Lompo (erang-erang)
Setelah pinangan diterima secara resmi, maka dilakukan pertunangan
yang disebut A'bayuang yaitu ketika pihak keluarga lelaki mengantarkan
passio/passiko atau Pattere ada (Bugis). Hal ini dianggap sebagai pengikat dan
biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan passio diiringi dengan mengantar
daun sirih pinang yang disebut Leko Caddi. Namun karena pertimbangan waktu,
sekarang acara ini dilakukan bersamaan dengan acara Patenre Ada atau Appa'nasa.
5.
A'barumbung
(mappesau)
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita.
6.
Appasili
Bunting (Cemme Mapepaccing)
Kegiatan tata upacara ini terdiri dari appasili bunting, a'bubu,
dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting ini hampir mirip dengan siraman
dalam tradisi pernikahan Jawa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri
lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga,
mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Kuasa dan dihindarkan dari segala
macam mara bahaya. Acara ini dilanjutkan dengan Macceko/A'bubu atau mencukur
rambut halus di sekitar dahi yang dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias).
Tujuannya agar dadasa atau hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon mempelai
wanita dapat melekat dengan baik. Setelah usai, dilanjutkan dengan acara
Appakanre Bunting atau suapan calon mempelai yang dilakukan oleh anrong bunting
dan orang tua calon mempelai. Suapan dari orang tua kepada calon mempelai
merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir
dan dialihkan ke calon suami si calon mempelai wanita.
7.
Akkorongtigi/Mappaci
Upacara ini merupakan ritual pemakaian daun pacar ke tangan si
calon mempelai. Daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian.
Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Wenni Mappaci (Bugis)
atau Akkorontigi (Makassar) yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan
tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta
meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik
serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia. Malam mappaci dilakukan
menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing calon
mempelai.
8.
Assimorong/Menre'kawing
Acara ini merupakan acara akad nikah dan menjadi puncak dari rangkaian
upacara pernikahan adat Bugis-Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah
calon mempelai wanita yang disebut Simorong (Makasar) atau Menre'kawing
(Bugis). Di masa sekarang, dilakukan bersamaan dengan prosesi Appanai Leko
Lompo (seserahan). Karena dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua
rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan rombongan calon
mempelai pria bersama keluarga dan undangan.
9.
Appabajikang
Bunting
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah
akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam
tradisi Bugis-Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci
rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan
penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk,
kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh). Sesudah itu, kedua
mempelai bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti
pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh indo botting (pemandu
adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga
mempelai wanita.
10. Alleka bunting (marolla)
Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari
sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota
keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa
beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa
sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini disebut
Makkasiwiang.
c.
Bahasa
bugis
Bahasa masyarakat bugis adalah
bahasa bugis. Pengenalan aksara bugis itu sendiri, yang dikenal dengan nama
Lontara. Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi
masyarakat bugis klasik.Itu dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan
huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi
huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu. Yah
dahulu kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas
daun lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga
tersusun kata yang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La
Galigo
Bugis memiliki
beberapa keunikan dibandingkan, misalnya, dengan aksara Latin. Aksara Bugis,
sebagaimana kebanyakan aksara di Asia, memiliki kecacatan. Kekurangan yang
sekaligus bisa jadi kelebihan itu di antaranya adalah tidak adanya huruf mati
(final velar nasals),glottal stop, dan konsonan rangkap (geminated consonants).
Aksara Bugis, nyaris sama dengan aksara Jepang, setiap hurufnya adalah satu
suku kata (syllabel). Satu silabel dalam aksara Bugis bisa dibaca dengan
berbagai cara. Contohnya, huruf untuk silabel ‘pa’ bisa saja dibaca /pa/,
/ppa/, /pang/, /ppang/, /pa’/, atau /ppa’/.
2.
Suku
makasar
Suku Makassar adalah nama Melayu
untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar
menyebutnya Mangkassara' berarti Mereka yang Bersifat Terbuka.Etnis Makassar
ini adalah etnis yang berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah, gemar
berperang dan jaya di laut. Berbicara tentang Makassar maka adalah identik pula
dengan suku Bugis yang serumpun. Istilah Bugis dan Makassar adalah istilah yang
diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah kedua etnis ini.
a.
Bahasa
makasar
Bahasa
Makasar, juga disebut
sebagai bahasa Makassar atau Mangkasara' adalah bahasa yang
dituturkan oleh suku
Makassar, penduduk Sulawesi Selatan, Indonesia. Bahasa ini dimasukkan ke dalam suatu rumpun bahasa Makassar yang sendirinya merupakan bagian dari rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa ini mempunyai abjadnya
sendiri, yang disebut Lontara, namun sekarang banyak juga ditulis dengan menggunakan huruf Latin.
Huruf Lontara berasal dari huruf Brahmi
kuno dari India.Seperti
banyak turunan dari huruf ini, masing-masing konsonan mengandung huruf hidup
"a" yang tidak ditandai.Huruf-huruf hidup lainnya diberikan tanda
baca di atas, di bawah, atau di sebelah kiri atau kanan dari setiap konsonan. Contoh
kata atau ungkapan dalam bahasa Makassar dalam huruf Latin
Versi Latin
|
Arti
|
Balla'
|
Rumah
|
Bambang
|
Hangat/Panas
|
Di zaman sekarang ini sudah
sangat susah menemukan orang yang berbahasa makassar secara original atau asli,
Namun kita masih bisa menemukan bahasa alsli makassar di daerah itu seperti di lembang
bu’ne, lembayya, cikoro, datara, tanete, dan seputaran malakaji.
Bahasa asli makassar sebenarnya masih terjaga baik di daerah
gowa bagian selatan tepatnya di kaki gunung lompobattang dimana di desa desa
ini keaslian bahasa masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan
bahasa moderen maupun teknologi,.
Di banyak tempat di kabupaten gowa ini memang mayoritas orang
makassar dan berbahasa makassar namun juga sudah banyak sekali bahasa makassar
yang asli yang di hilangkan bahkan sudah banyak bahasa makassar yang tercampur
dengan bahasa bugis, konjo dan lain lain padahal bahasa asli orang makassar
adalah bahasa makassar (lontara,) bukan konjo ataupun yang lainya.
Berikut adalah daftar kabupaten
di sulawesi selatan yang memakai bahasa makassar dalam keseharian :
1.
Gowa, 2. Takalar, 3.
Jeneponto, 4. Bantaeng, 5. Bulukumba
3.
Suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Leluhur
orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana.
Legenda ini menceritakan bahwa
nenek moyang masyarakat Toraja turun dari nirwana menggunakan “tangga dari
langit” yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua
(Tuhan Yang Maha Kuasa). Namun seorang anthropolog menuturkan bahwa masyarakat
Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal yang
mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang dari Teluk Tongkin (daratan
Cina). Proses akulturasi antara kedua masyarakat tersebut berawal dari
berlabuhnya imigran Indo Cina dalam jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu
sungai di daerah Enrekang. Para imigran ini lalu membangun pemukiman di daerah
tersebut.
a. Mata pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian
penduduk Toraja adalah petani di daratan tinggi, selain itu sector pariwisata
yang terus meningkat juga ikut andil dalam pertumbuhan ekonomi pendudukToraja. Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi
Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan
identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja.
b.
Teknologi
Tongkonan
Tongkonan adalah rumah tradisional
Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna
merah, hitam, dan kuning.Kata "tongkonan" berasal dari bahasa
Toraja tongkon ("duduk").
Pembangunan tongkonan adalah
pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar.
Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi,
yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan
adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan
tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu.
Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya
rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di
Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun
tongkonan yang besar.
c.
Adat Istiadat Toraja
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku
Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama
yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa.
Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek
umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan
dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk
mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal
balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian,
berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak,
dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan
bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya
dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan
sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan resmi
oleh pemerintah kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan
pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja
tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk
kelompok; kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain
Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi
rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan
babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik
dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam
hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan
menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk,
piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang
diperbolehkan untuk masing-masing orang.
Upacara pemakaman
Dalam masyarakat Toraja, upacara
pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya
dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal.
Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta
pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung
selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada
sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga
sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang
dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi,
tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku
Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin,
dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang
baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun
sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan
dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku
Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba
tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah
tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara
pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.
Bagian lain dari pemakaman adalah
penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang
disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang,
menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja
percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan
lebih cepat sampai di Puya jika
ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan
tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang.
Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu
akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati
dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung
di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur
di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya
sekitar beberapa bulan.Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan
jenazah seluruh anggota keluarga.Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua
dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau
anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan
selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
Kelas
sosial
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga
bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial:
bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh
pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak
diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi
diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi, ini bertujuan
untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari
Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena
alasan martabat keluarga. Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari
surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang
lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil
yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh
menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam
keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang
mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status
keturunan, ada juga beberapa gerak sosialyang dapat memengaruhi status
seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung
berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan
properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena
terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa
saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan
mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak
diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan
tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi
pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
d.
Agama
Mayoritas suku Toraja memeluk
agama Kristen, sementara sebagian
menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah
mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. Sistem kepercayaan tradisional
suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai
"hukum").
Aluk bukan hanya sistem
kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan
kebiasaaan. Aluk mengatur
kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata
cara Aluk bisa berbeda
antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan
bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa
ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan
ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada
para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan
ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya,
ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan
sudah mulai jarang dilaksanakan.
Sejarah perkembangan agama di tana
toraja
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan
kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische
Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi
Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya
memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai
khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di
antara suku Makassar dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang menganut
animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an,
misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah
kolonial Belanda. Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan
perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar
wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi
dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada tahun 1946, Belanda
memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai
suatu kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat
perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan yang
menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah
secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat
yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat.
Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja,
dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950,
hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen.
Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang
Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi
dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan
politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-orang Bugis
dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah
kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat
pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan
sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15
tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama
Kristen.
Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden
mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima
agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu danBuddha.
Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja
berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia
harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969,
Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
e.
Kesenian dan Sistem pengetahuan Toraja
Ukiran Kayu
Kesenian yang berupa ukiran kayu
dari toraja melambangkat tingkat pengetahuan pada masyarakat tersebut. Setiap ukiran memiliki nama khusus.
Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Ukiran
kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah
melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga
memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah
harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian,
seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas
dan kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras,
seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya
kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
Keteraturan dan ketertiban
merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja, selain itu ukiran kayu Toraja
juga abstrak dan geometris.Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen
Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur. Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan mengungkap struktur matematikanya meskipun
suku Toraja membuat ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri. Suku Toraja menggunakan bambu untuk membuat oranamen geometris.
Musik dan Tarian
Suku Toraja melakukan tarian dalam
beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk
menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah
almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat.
Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu
sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong). Ritual
tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari kedua pemakaman, tarian
prajurit Ma'randing ditampilkan
untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan
tarian dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan
berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali
prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama
upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk
mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah
penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk
tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.
Seperti di masyarakat agraris
lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim panen.Tarian Ma'bugi dilakukan
untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi ditampilkan
ketika suku Toraja sedang menumbuk beras. Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria
dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh
perempuan.Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari.Sebuah
tarian yang disebut Ma'bua hanya
bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah
upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan
menari di sekeliling pohon suci.
Alat musik tradisional Toraja
adalah suling bambu yang disebut Pa'suling.Suling
berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan
bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari
panjang.Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan
rumah.
d.
Bahasa Toraja
Bahasa Toraja adalah bahasa yang
dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang
utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan
oleh masyarakat, akan tetapi bahasa
Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' ,
dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk
dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis
Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri.
Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja
menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa
penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Keragaman dalam bahasa Toraja
Denominasi
|
Populasi
(pada tahun)
|
Dialek
|
|
|
Kalumpang
|
12,000
(1991)
|
Karataun,
Mablei, Mangki (E'da), Bone Hau (Ta'da).
|
|
|
Mamasa
|
100,000
(1991)
|
Mamasa
Utara, Mamasa tengah, Pattae' (Mamasa Selatan, Patta' Binuang, Binuang, Tae',
Binuang-Paki-Batetanga-Anteapi)
|
|
|
Ta'e
|
250,000
(1992)
|
Rongkong,
Luwu Timur Laut, Luwu Selatan, Bua.
|
|
|
Talondo'
|
500
(1986)
|
|
|
|
Toala'
|
30,000
(1983)
|
Toala',
Palili'.
|
|
|
Torajan-Sa'dan
|
500,000
(1990)
|
Makale
(Tallulembangna), Rantepao (Kesu'), Toraja Barat (Toraja Barat, Mappa-Pana).
|
|
|
Perkembangan Bahasa
Bahasa
Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa’dan Toraja sebagai
dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah
bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun
diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam
bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae’ , Talondo’ , Toala’ , dan
Toraja-Sa’dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa
Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi
membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya
pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh
oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa
penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Ciri
yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian.
Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat
mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa
tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banya Bahasa Toraja hanya
diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan.k istilah untuk menunjukkan
kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu katarsis
bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari
peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk
mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri.
Sebagai
bagian dari Nusantara Indonesia, bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa
yang digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan. Namun demikian bahasa
daerah yakni bahasa toraja (sa’dan) tentunya menjadi bahasa yang paling dominan
dalam percakapan antara warga masyarakat, bahkan menjadi salah satu mata
pelajaran muatan local yang diajarkan di sekolah dasar.
Dalam
hal kepercayaan penduduk Sulawesi selatan telah percaya kepada satu Dewa yang
tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Dewata SeuwaE (dewa yang
tunggal). Terkadang pula disebut orang Bugis dengan istilah PatotoE (dewa yang
menentukan nasib). Orang makasar sering menyebutnya dengan Turei A’rana
(kehendak yang tinggi). Orang Mandar Puang Mase (yang maha kehendak) dan orang
Toraja menyebutnya puang matua (Tuhan yang maha mulia).
Mereka juga mempercayai adanya dewa yang bertahta
ditempat – tempat tertentu. Seperti kepercayaan mereka tentang dewa yang
berdiam di gunung latimojong. Dewa tersebut mereka sebut dengan nama Dewata
Mattanrue. Dihikayatkan bahwa dewa tersebut kawin dengan Enyi’li’timo’ kemudian
melahirkan PatotoE. Dewa Patotoe kemudian kawin dengan Palingo dan melahirkan
Batara Guru.
Batara
Guru dipercaya oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan sebagai dewa penjajah.
Ia telah menjelajahi seluruh kawasan Asia dan bermarkas di puncak Himalaya.
Kira – kira satu abad sebelum Masehi, Batara Guru menuju ke cerekang Malili dan
membawa empat kasta. Keempat kasta tersebut adalah kasta Puang, kasta Pampawa
Opu, kasta Attana Lang, dan kasta orang kebanyakan.
Selain
itu Batara Guru juga dipercaya membawa enam macam bahasa. Keenam bahasa
tersebut digunakan di daerah – daerah jajahannya. Keenam bahasa itu adalah :
1. Bahasa
TaE atau To’da. Bahasa ini dipergunakan masyarakat yang bermukim di wilayah
tanah toraja , Massenrengpulu dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian
yang bernama Gellu’.
2. Bahasa
Bare’E. Bahasa ini dipergunakan masyarakat yang bermukim diwilayah Poso
Sulawesi Tengah. Mereka dibekali dengan kesenian yang disebutnya menari.
3. Bahasa
Mengkokak, bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim diwilayah
Kolaka dan Kendari Sulawesi Tenggara. Mereka pula dibekali dengan kesenian,
yang namanya Lulo’.
4. Bahasa
Bugisi. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di Wajo seluruh
daerah disekitarnya dan dibekali dengan kesenian Pajjaga.
5. Bahasa
Mandar. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang berdiam di wilayah Mandar
dan sekitarnya. Mereka di bekali dengan kesenian Pattundu.
6. Bahasa
Tona. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Makasar
dan sekitarnya. Mereka di bekali dengan kesenian Pakkarena.
Keturunan Batara Guru tersebar kemana – mana.
Keturunannya terbagi – bagi pada seluruh
wilayah jelajahnya yang meliputi wilayah bahasa tersebut diatas. Mereka
menduduki tempat – tempat yang strategis seperti puncak – puncak gunung.
4.
Kebudayaan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi
Tenggara memiliki kebudayaan daerah yang menarik dan tentu saja unik karena
berbeda dengan budaya daerah lainnya yang ada di Indonesia.
Sebagai
salah satu kekayaan budaya indonesia , propinsi ini juga
memiliki tradisi. Ada beberapa tradisi yang berasal dari Sulawesi tenggara ini
dan ini mungkin menjadi bagian dari adat istiadat di masyarakat Sulawesi
Tenggara. Diantara adat istiadat tersebuta adalah Tradisi Kalosara, Tradisi
Karia, Layangan Tradisional "Kaghati", Tradisi Pusuo serta Pesta Adat
Pakande Kandea.
a.
Kebudayaan Daerah, Upacara
Adat serta seni tradisional di Sulawesi Tenggara
Sama
seperti daerah lain yang juga memiliki nilai nilai tradisi yang kental di
propinsi Sulawesi Tenggara ini juga terdapat upacara adat warisan turun
temurun. Keunikan tradisi yang berupa upacara adat ini tentu layak di
lestarikan demi kemajuan budaya dan wisata indonesia.
1.Upacara Adat Posuo untuk
mengguji keperawanan (Masyarakat Buton Raya)
2.Upacara Adat Kabuenga,
dari Kabupaten Wakatobi
3.Upacara Adat Karia, dari
Wangi-wangi di Kabupaten Wakatobi
4.Upacara Adat Mataa, dari
Kabupaten Buton
5.Upacara Adat Tururangiana
Andala, dari Pulau Makassar di Kota Baubau
6.Upacara Adat Religi
Goraana Oputa, oleh masyarakat Buton Raya
7.Upacara Adat Religi Qunua,
oleh masyarakat Buton Raya
8.Upcara adat Bangka Mbule
Mbule di Kabupaten Wakatobi.
Tradisi Upacara Posuo yang
berkembang di Sulawesi Tenggara (Buton) sudah berlangsung sejak zaman
Kesultanan Buton. Upacara Posuo diadakan sebagai sarana untuk peralihan status
seorang gadis dari remaja (labuabua) menjadi dewasa (kalambe), serta untuk
mempersiapkan mentalnya.
Upacara tersebut
dilaksanakan selama delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus yang oleh
mayarakat setempat disebut dengan suo. Selama dikurung di suo, para peserta
dijauhkan dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun lingkungan
sekitarnya. Para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa (pemimpin Upacara
Posuo) yang telah ditunjuk oleh pemangku adat setempat. Para bhisa akan
membimbing dan memberi petuah berupa pesan moral, spiritual, dan pengetahun
membina keluarga yang baik kepada para peserta.
Dalam
perkembangan masyarakat Buton, ada 3 jenis Posuo yang mereka kenal dan sampai
saat ini upacara tersebut masih berkembang. Pertama, Posuo Wolio, merupakan
tradisi Posuo awal yang berkembang dalam masyarakat Buton. Kedua, Posuo Johoro
yang berasal dari Johor-Melayu (Malaysia) dan ketiga, Posuo Arabu yang
berkembang setelah Islam masuk ke Buton. Posuo Arabu merupakan hasil modifikasi
nilai-nilai Posuo Wolio dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Posuo ini
diadaptasi oleh Syekh Haji Abdul Ghaniyyu, seorang ulama besar Buton yang hidup
pada pertengahan abad XIX yang menjabat sebagai Kenipulu di Kesultanan Buton di
bawah kepemimpinan Sultan Buton XXIX Muhammad Aydrus Qaimuddin. Tradisi Posuo
Arabu inilah yang masih sering dilaksanakan oleh masyarakat Buton.
Keistimewaan
Upacara Posuo terletak pada prosesinya. Ada tiga tahap yang mesti dilalui oleh
para peserta agar mendapat status sebagai gadis dewasa. Pertama, sesi pauncura
atau pengukuhan peserta sebagai calon peserta Posuo. Pada tahap ini prosesi
dilakukan oleh bhisa senior (parika). Acara tersebut dimulai dengan tunuana
dupa (membakar kemenyan) kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. Setelah
pembacaan doa selesai, parika melakukan panimpa (pemberkatan) kepada para
peserta dengan memberikan sapuan asap kemenyan ke tubuh calon. Setelah itu,
parika menyampaikan dua pesan, yaitu menjelaskan tujuan dari diadakannya
upacara Posuo diiringi dengan pembacaan nama-nama para peserta upacara dan
memberitahu kepada seluruh peserta dan juga keluarga bahwa selama upacara
dilangsungkan, para peserta diisolasi dari dunia luar dan hanya boleh
berhubungan dengan bhisa yang bertugas menemani para peserta yang sudah
ditunjuk oleh pemangku adat.
Kedua, sesi
bhaliana yimpo. Kegiatan ini dilaksanakan setelah upacara berjalan selama lima
hari. Pada tahap ini para peserta diubah posisinya. Jika sebelummnya arah
kepala menghadap ke selatan dan kaki ke arah utara, pada tahap ini kepala
peserta dihadapkan ke arah barat dan kaki ke arah timur. Sesi ini berlangsung
sampai hari ke tujuh.
Ketiga,
sesi mata kariya. Tahap ini biasanya dilakukan tepat pada malam ke delapan
dengan memandikan seluruh peserta yang ikut dalam Upacara Posuo menggunakan
wadah bhosu (berupa buyung yang terbuat dari tanah liat). Khusus para peserta
yang siap menikah, airnya dicampur dengan bunga cempaka dan bunga kamboja.
Setelah selesai mandi, seluruh peserta didandani dengan busana ajo kalembe
(khusus pakaian gadis dewasa). Biasanya peresmian tersebut dipimpin oleh istri
moji (pejabat Masjid Keraton Buton).
Semua
Upacara Posuo dimaksudkan untuk menguji kesucian (keperawanan) seorang gadis.
Biasanya hal ini dapat dilihat dari ada atau tidaknya gendang yang pecah saat
ditabuh oleh para bhisa. Jika ada gendang yang pecah, menunjukkan ada di antara
peserta Posuo yang sudah tidak perawan dan jika tidak ada gendang yang pecah
berarti para peserta diyakini masih perawan.
|
||
Kesenian
Seni Tari
Tradisional daerah Sulawesi Tenggara :
1.Tari Lariangi dari
Kabupaten Wakatobi
2.Tari Balumpa dari
Kabupaten Wakatobi
3.Tari Potong
Pisang, dari Kabaena di Kabupaten Bombana
4.Tari
Lulo Alu, dari Kabaena Kabupaten Bombana
Untuk mengatur hubungan kehidupan antara masyarakat,
telah berlaku hukum adat yang
senantiasa dipatuhi oleh warga masyarakat. Jenis
hukum adat tersebut antara lain adalah
Hukum Tanah, Hukum Pergaulan Masyarakat, Hukum
Perkawinan dan Hukum Waris.
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki berbagai jenis
kesenian yang potensial sehingga
memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia.
Jenis-jenis kesenian tersebut adalah seni tari,
seni ukir dan seni lukis serta seni suara dan seni
bunyi. Seni tari, merupakan tarian masyarakat
yang dipersembahkan pada setiap upacara tradisional
maupun menjemput tamu-tamu agung
yang diiringi oleh alat musik tradisional antara
lain gong, kecapi dan alat tiupan suling bambu
selain alat musik modern. Selain itu di Sulawesi
Tenggara terkenal juga dengan seni ukirnya
yaitu ukiran
perak. Sedangkan seni ukuran lainnya adalah anyaman rotan dan meja gempol
dari kayu.
|
||
b.
Bahasa
|
5.
Kebudayaan Sulawesi Barat
Suku
mandar
Manusia Mandar adalah salah satu
suku yang menetap di Pulau Sulawesi bagian barat. Suku ini menetap di wilayah
Kabupaten Polewali, Mandar dan Majene. Suku Mandar selama ini di
kenal sangat kuat dengan budayanya.Mereka menjunjung tinggi
tradisi, bahasa dan adat istiadatnya. Filosofi hidup mereka berbeda dengan suku
Bugis, Makassar, Toraja dan suku lainnya yang berdekatan dengan lingkungan
kehidupan mereka di Sulawesi. Suku Mandar di kenal teguh dengan prinsip
hidupnya.
a.
Agama
Sekitar 90% dari Suku Mandar adalah pemeluk agama Islam,
sedangkan hanya 10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik.Umat Kristen
atau Katolik umumnya terdiri dari pendatang-pendatang orang Maluku, Minahasa,
dan lain-lain atau dari orang Toraja.Mereka ini tinggal di kota-kota terutama
di Makassar.
b.
Mata pencaharian dan teknologi
Adapun mereka yang tinggal di desa-desa di daerah pantai,
mencari ikan merupakan suatu mata pencarian hidup yang amat penting.Dalam hal
ini orang Mandar menangkap ikan dengan perahu-perahu layar sampai jauh di laut.
Orang Mandar terkenal sebagai suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah
mengembangkan suatu kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya.
Perahu-perahu layar mereka telah mengarungi perairan Nusantara dan lebih jauh
dari itu telah berlayar sampai ke Srilangka dan Filipina untuk berdagang.Bakat
berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Mandar, akibat kebudayaan
maritim dari abad-abad yang telah lampau itu. Sebelum Perang Dunia ke-II,
daerah Sulawesi Selatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengekspor
beras dan jagung ke tempat-tempat lain di Indonesia. Adapun kerajinan
rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari
Mandar.
c.
Bahasa
mandar
Bahasa Mandar adalah bahasa suku Mandar,
yang tinggal di provinsi Sulawesi
Barat, tepatnya di
Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, Majene dan
Mamuju Utara.Di
samping di wilayah-wilayah inti suku ini, mereka juga tersebar di pesisir Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur. Bahasa ini bagian dari kelompok Utara dalam rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia
B. Organisasi Masyarakat di Sulawesi
Organisasi masyarakat di Sulawesi
masih di dominasi oleh organisasi masyarakat di tingkat kedaerahan seperti LSM,
himunan para pemuda, partai dan tidak sedikit pula yang terbentuk karena terikat
dalam suatu suku. Diantara ormas-ormas yang ada yang paling sering di soroti
adalah organisasi pemicu kolfik. Kerusuhan yang ditimbulkan tidak hanya
melibatkan satu pihak saja, beberapa ormas tergabung di dalamnya sehingga
sangat berpengaruh di seluruh lapisan masyarakat.
Organisasi yang terlibat dalam kerusuhan di poso
Kerusuhan di poso merupakan kerusuhan yang dikarenakan pertentangan dua agama yaitu
Kristen dan islam
Konflik antar komunitas ini sering diberi label sederhana, yakni
“konflik
agama”, dengan mengacu pada satu karakteristik dari
komunitas-komunitas yang
bertikai. Memang, pada awalnya konflik ini tercetus oleh
perkelahian di antara dua
orang pemuda yang berbeda agama, kemudian berkembang menjadi
perkelahian di
antara komunitas kampung-kampung Muslim dan Kristen, di mana selama
gelombang
kerusuhan pertama (Desember 1998) dan kedua (April 1998), terutama
kelurahankelurahan
Kristen di kota Poso menjadi sasaran penjarahan dan pembakaran,
dibarengi
dengan gelombang pengungsian penduduk Kristen dari kota Poso ke
kota-kota Tentena
(di Kabupaten Poso sebelah selatan), Palu, dan
Bitung serta Manado (Sulawesi Utara).
Kristen di bidang politik banyak terhambat oleh rivalitas di antara
ketiga kelompok
etno-linguistik itu (Pamona, Mori, dan Lore), dan tidak kalah hebatnya,
di antara anakanak
suku Pamona sendiri.
Sementara itu, muncullah generasi muda beragama Islam yang juga sudah
berpendidikan tertier, baik yang berasal dari masyarakat turunan
Gorontalo dan Jawa di
kota Poso, maupun dari suku-suku asli yang dominan Muslim, seperti Tojo
dan
Bungku
Dalam saling menyerang antara komunitas Kristen dan Muslim di kota
Poso itu,
masing-masing fihak didukung oleh massa seiman dari luar kota Poso.
Komunitas
Muslim dibantu oleh orang-orang Tojo dari daerah Ampana (sebelah
timur kota Poso;
sekarang jadi ibukota Kabupaten Tojo Una-una) dan Parigi (Kabupaten
Parigo
Moutong, sebelah barat kabupaten Poso). Sementara komunitas Kristen
dibantu oleh
orang-orang Lage dari Desa-Desa Sepe dan Silanca di Kecamatan Lage
(sebelah
tenggara kota Poso).
Enam kelompok yang diduga terlibat dalam aksi-aksi teroris di
Sulawesi.
Keenam kelompok yang dimaksud itu antara lain; Al Jama’ah
Islamiyah, Kompak, Wardah Islamiyah (kayaknya
Fajar salah ketik karena di Makassar tidak ada kelompok yang bernama Wardah
Islamiyah, tetapi Wahdah Islamiyah-ed),
DI/TII dan Jama’ah Islamiyah (JI).
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Budaya yang berkembang di daerah
Sulawesi sangat beragam. Pada setiap bagiannya terdapat banyak suku adat, namun
ada suku mayoritas yang menguasai kebudayaan pada daerah tersebut. Seperti di
Sulawesi Selatan terdapat suku bugis, makasar, mandar maupun toraja. Di
Sulawesi Utara ada suku minahasa. Semuanya memiliki karekteristik dan keunikan budaya
tersendiri. Mulai dari pakaian adat, rumah adat, trdisi keagamaan , upacara
adat, upacara pemakaman ataupun pernikahan, perayaan tahunan, dan kesenian
daerah berbeda. Tingkat pengetahuan dan teknologi setiap daerah pun juga berbeda.
Semua itu tidak terlepas dari macam-macam pengaruh yang masuk dalam masyarakat
tersebut seperti kepercayan atau agama yang dianut, cara berfikir dan
organisasi massa yang ada dalam masyarakat tesebut.
2. Saran
Sebagai Warga Negara Indonesia yang baik harus menetahui
keanekaragaman yang ada dalam Indonesia. Keanekaragaman budaya harus selalu
dijaga dan dilestarikan karena merupakan asset Negara yang tak ternilai
harganya. Namun jangan sampai Karena keanekaragaman budaya tersebut menjadikan
timbulnya konflik atau pun perpecahan dalam kehidupan bernegara. Sikap saling
menghomati dan toleransi harus selalu diterapkan agar kehidupan menjadi
damai.
nice min....
BalasHapusizin copy ya
LEGENDAQQ
BalasHapusKami Hadirkan Permainan Baru 100% FAIR PLAY Dari Legendaqq(dot)Net. :) 1 ID Untuk 8 Games :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
- Bandar 66
Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaQQ(dot)Net. info Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^ Keunggulan LegendaQQ(dot)Net :
- Tingkat Persentase Kemenangan Yang Besar
- Kartu Anda Akan Lebih Bagus
- Bonus TurnOver Atau Cashback Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
- Tidak Ada Batas Untuk Melakukan Withdraw/Penarikan Dana
- Pelayanan Yang Ramah Dan Memuaskan
- Dengan Server Poker-V Yang Besar Beserta Ribuan pemain Di Seluruh Indonesia,
- LegendaQQ(dot)Net Pasti Selalu Ramai Selama 24 Jam Setiap Harinya.
- Permainan Menyenangkan Dengan Dilayani Oleh CS cantik, Sopan, Dan Ramah.
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At LegendaQQ(dot)Net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : 2AE190C9
- Facebook : Legendaqq
- WA : +855964987960
Link Alternatif :
- www.legendaqq(dot)net
- www.legendaqq(dot)org
- www.legendapelangi(dot)com
NB : untuk login android / iphone tidak menggunakan www dan spasi ya boss ^_^
Izin copy😄😄😄
BalasHapusDaftar pustaka nya mna
BalasHapus